UMSU dan KY Gelar Diskusi dan Bedah Buku "Etika dan Budaya Hukum dalam Peradilan"

Komisi Yudisial (KY) bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) menggelar acara Diskusi dan Bedah Buku "Etika dan Budaya Hukum dalam Peradilan" di Aula Kampus UMSU Jalan Kapten Muchtar Basri Medan, Kamis (28/9/2017).

Acara Diskusi dan Bedah Buku yang diterbitkan oleh Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia dibuka langsung oleh Rektor UMSU Dr. Agussani MAP dan menghadirkan tiga nara sumber, yaitu Sukma Violetta SH LLM (Komisioner KY), Dr. Abdul Hakim Siagian SH MHum (Praktisi Hukum dan Ketua Pusat Kajian Studi Konstitusi UMSU) dan Dr. Faisar Ananda Arfa MA (Akademisi UIN SU).

Peserta acara ini berasal dari pelbagai kalangan, mulai dari akademisi hukum, praktisi hukum, Lembaga Pengadilan, Lembaga Kejaksaan, ormas, LSM, jurnalis dan lainnya.

Dalam sambutannya, Rektor UMSU menyampaikan apresiasi dan ucapan terimakasih kepada KY yang telah memberikan kepercayaan kepada UMSU untuk menggelar kegiatan penting yang sarat dengan nilai-nilai akademik dan keilmuan seperti bedah buku ini. "Sudah menjadi komitmen kita, bahwa kita akan terus meningkatkan kerjasama dengan pelbagai lembaga, termasuk KY, dalam rangka penguatan tradisi akademik dan keilmuan di UMSU," ujarnya.

Sementara itu Komisioner KY Dr Farid Wajdi SH MHum dalam prolognya menjelaskan, bahwa buku "Etika dan Budaya Hukum dalam Peradilan" ini sebenarnya merupakan kumpulan tulisan atau bunga rampai yang penulisnya terdiri dari tokoh-tokoh hukum dan para anggota KY periode ke tiga serta periode sebelumnya. Sesuai dengan judulnya,kata Farid, buku ini lebih-kurang ingin menyampaikan pesan bahwa persoalan etika dan budaya hukum merupakan aspek yang sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas peradilan di negeri ini.

"Dengan kegiatan diskusi dan bedah buku ini, kita berharap UMSU akan menjadi kawah candradimuka, kiblat atau referensi bagaimana sepatutnya etika dan budaya dalam peradilan menjadi lebih baik lagi," kata Juru Bicara KY yang juga mantan Dekan Fakultas Hukum UMSU ini.

Tampil sebagai pembicara pertama, Sukma Violetta SH LLM menjelaskan kondisi terkini berkenaan dengan ikhtiar peningkatan kualitas dunia peradilan di Indonesia. Ia tidak menampik selama ini memang ada semacam situasi rivalitas antara KY dan MA terkait pertentangan prinsip akuntabilitas dan independensi kekuasaan kehakiman. "Sebaiknya kita tidak ahistoris, bahwa prinsip akuntabilitas dan independensi kekuasaan kehakiman itu tidak pernah berdisri sendiri," sebutnya.

Karena itu, lanjut Sukma, upaya mengembangkan shared-responsibility itu sangat penting demi tegaknya judicial-acuntability. Menurutnya, pada banyak permasalahan peradilan, terutama dalam isu mutasi dan promosi hakim misalnya, masalah utama dari keseluruhan temuan dalam proses mutasi hakim bermuara pada kurangnya keadilan para pemegang kebijakan di MA. "Ada previlage khusus pada orang-orang tertentu sehingga menikmati keistimewaan tersendiri dari pada yang lain yang berujung menimbulan distrust para hakim pada mekanisme mutasi," sebutnya.

Sementara itu Dr. Abdul Hakim Siagian SH MHum dalam paparannya lebih menyoroti soal profesionalitas hakim. Menurutnya, terkait persoalan profesionalitas, independensi dan kebebasan hakim dalam hal memeriksa dan memtus perkara di pengadilan itu tidak bisa diintervensi oleh siapapun. "Artinya, aspek profesionalisme, independensi dan kebebasan hakim itu bersifat 'harga mati', tak bisa ditawar. Namun, tentunya setelah hakim memutus sebuah perkara kebebasan itu juga harus dipertanggungjawabkannya." tegas Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara ini.

Selain itu, ia juga mensinyalir, bahwa selama ini dengan alasan independensi kekuasaan MA sudah sedemikian rupa, seakan-akan tidak bisa lagi dicampuri oleh pihak manapun, sehingga berpotensi menjadi absolut."Tentu kecenderungan ini perlu dievaluasi. Artinya, hakim dalam hal mengelola manajemen, keuangan , rekrutmen, mutasi dan sebagainya, menurut saya tak ada alasan tidak boleh dicampuri terutama terkait konteks profesionalisme dalam bingkai NKRI yang tentu berkoordinasi dengan depertemen, institusi dan lembaga lain yang memiliki otoritas untuk itu," sebutnya.

Sedangkan Dr. Faisar Ananda Arfa MA dalam presentasinya mencoba mengupas persoalan etika hukum dalam perspektif filosofis. Ia mengatakan, berbicara ikhwal etika dalam konteks dunia hukum adalah sesuatu yang sangat menarik dan unik. Karena menurutnya, etika merupakan topik yang sangat sulit dan rumit. "Bahkan dalam dunia filsafat hukum sendiri, etika ini tidak begitu populer dibanding dengan teori hukum murni. Itu menunjukkan betapa susahnya membicarakan ikhwal etika dalam konteks hukum," ujarnya.

Lebih lanjut Faisar mengatakan, etika itu adalah satu kajian yang amat luas dan mendalam. Di satu sisi, hukum itu bisa berubah karena terikat ruang dan waktu, sementara persoalan etika tidak terbatas.

Dalam konteks ajaran Islam, kata Faisar, paralel dari etika itu dalam filsafat hukum Islam disebut dengan istilah 'akhlak', yakni sebuah istilah yang maknanya melebihi sekedar moral."Allah menggunakan istilah akhlak itu untuk memuji kualitas kenabian sebagai uswatun hasanah," jelasnya.

Sedangkan hakim, kata Faisar, adalah sebuah istilah yang mengadopsi nama Allah SWT. "Maka kalu ada orang yang ingin jadi hakim, maka ia sudah siap menjadi wakil Tuhan di muka bumi. Karena secara istilah, Allah SWT itu adalah al-hakim, dengan demikan kalau ada yang mau menjadi hakim maka ia adalah manusia yang mencoba untuk beraklak dengan akhlak Allah SWT," katanya.

Faisar juga mengatakan, sosok hakim itu idealnya harus orang yang cerdas, IQ nya di atas rata-rata, karena dia harus mampu menalaah. "Makanya ada adagium mengatakan bahwa hakim yang baik itu adalah seorang filsuf yang hebat,cerdas dan bijaksana" tegasnya.

Jadi, kata Faisar, seorang hakim memiliki moralitas dan akhlak yang tinggi itu adalah sosok hakim yang mampu menghadirkan "Tuhan" di ruangan persidangannya."Jika hakim di suatu negara itu bagus dan beraklak mulia, maka dapat dpastikan baguslah negara itu. Tapi sebaliknya jika para hakim disebuah negara itu rendah moralnya, maka bobroklah negara itu," kata Faisar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

You are here: Home Berita UMSU dan KY Gelar Diskusi dan Bedah Buku "Etika dan Budaya Hukum dalam Peradilan"